Jumat, 17 November 2017

Teknik Radiografi Pedis


1. Anatomi Os. Pedis




   Terdiri atas 26 tulang, yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os cuneiform, dan os cuboid. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu :
* forefoot (metatarsal dan toes),
* midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid),
* hindfoot  (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).
Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan longitudinal dan arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior) kaki disebut dengan dorsum atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan plantar. Karena ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan bagian tulang kaki.
Merupakan ilmu yang mempelajari tata cara pemeriksaan os. pedis (tulang kaki) dengan menggunakan sinar-x untuk menegakkan diagnosa.

2. Indikasi Pemeriksaan

* Fracture
* Kelainan Patologis
* Dislokasi
3. Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
* Daerah yang diperiksa bebas dari benda logam




b. Persiapan Alat/Bahan
* Pesawat sinar-x
* Kaset dan film 24 x 30 cm
* Load pembagi
* Marker
c. Proteksi Radiasi
* Gonad shield
* Apron
* Batasi lapangan penyinaran

4. Teknik Pemeriksaan


a. Proyeksi AP/AP Axial

o Posisi pasien : Pasien supine. Kaki difleksikan dan telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
o Posisi obyek : Telapak kaki menempel pada kaset. Kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR :
* 1) 10º (ke arah os calcaneus), CP: Metatarsal ke-3
* 2) vertikal / tegak lurus kaset, CP: Metatarsal ke-3
o Kriteria gambar : Tampak gambaran AP dari ossa metatarsal, ossa phalanx, ossa tarsal.








b. Proyeksi AP Oblique (lateral rotation)

o Posisi pasien :  Pasien supine. Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
o Posisi obyek : Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap kaset pada sisi lateral.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Metatarsal ke-3
o Kriteria gambar : Tampak gambaran AP oblique pada daerah ossa phalanx, ossa metatarsal. Tampak persendian os cuneiform medial dan intermedial.


c. Proyeksi AP Oblique (median rotation)

o Posisi pasien : Pasien supine. Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja pemeriksaan.
o Posisi obyek : Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap kaset pada sisi medial.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Metatarsal ke-3
o Kriteria gambar : Tampak gambaran AP oblique pada daerah ossa phalanx, ossa metatarsal. Tampak persendian os cuboideum dan os calcaneus serta daerah persendian os cuneiform lateral.

d. Proyeksi PA Oblique (Medial Rotation)

o Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent dengan lutut difleksikan.
o Posisi Obyek : Atur dorsal pedis pada pertengahan kaset horizontal. Rotasikan kearah medial sehingga sisi lateral pedis membentuk sudut 45º terhadap kaset.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Pertengahan kaki pada The base of Metatarsal V
o Kriteria gambar : Tampak gambaran PA Oblique pedis. Tampak persendian didaerah ossa tarsalia.


e. Proyeksi PA Oblique (Methode Grashey)

o Posisi pasien : Pasien prone, punggung/dorsal pedis menghadap meja pemeriksaan.
o Posisi obyek : Bagian dorsal pedis menghadap kaset, kaset horizontal diatas meja pemeriksaan.
1. Diendorotasikan sehingga sisi medial membentuk sudut 30º terhadap kaset.
2. Dieksorotasikan sehingga sisi lateral membentuk sudut 20º terhadap kaset.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Pada The base of metatarsal III
o Kriteria gambar :
a. Tampak gambaran PA oblique pedis. Tampak persendian metatarsal I & II bebas dari superposisi, os cuneiform medialis bebas dari superposisi dan tampak os navicular.
b. Tampak gambaran PA oblique pedis. Tampak corpus dari metatarsal III s/d V bebas dari superposisi. Tampak tuberositas metatarsal V dan os cuboideum.


f. Proyeksi Lateral (medio lateral)

o Catatan : *proyeksi ini sering dilakukan karena relatif lebih nyaman untuk pasien
o Posisi Pasien : Pasien supine / duduk diatas meja pemeriksaan. Kaki yang tidak diperiksa ditekuk ke belakang.
o Posisi obyek : Atur pedis true lateral, sisi lateral pedis menempel pada kaset horizontal. Fleksikan pedis sehingga membentuk sudut 90º terhadap ossa cruris.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Pada The base of Metatarsal III
o Kriteria gambar : Tampak gambaran lateral pedis dan daerah distal os tibia dan fibula.


g. Proyeksi Lateral (latero medial)

o Posisi Pasien : Pasien supine / duduk diatas meja pemeriksaan. Kemudian untuk kenyamanan pasien, tubuh pasien diposiskan oblique (LPO/RPO).
o Posisi obyek : Atur os pedis true lateral, sisi medial pedis menempel pada kaset horizontal. Fleksikan os pedis sehingga membentuk sudut 90º terhadap ossa cruris.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : Vertikal / tegak lurus kaset
o CP : Pada The base of Metatarsal III
o Kriteria gambar : Tampak gambaran lateral (lateromedial) os pedis dan daerah distal os tibia dan fibula.


h. Proyeksi Lateral - (Lateromedial Methode Weight - Bearing)

o Catatan : * Kaset diletakkan ditempat khusus untuk proyeksi metode weight bearing agar daerah longitudinal arch terproyeksi dalam film.
o Posisi pasien : pasien diposisikan standing upright / berdiri tegak (erect pada bidang yang datar)
o Posisi objek : kaset diletakkan diantara os.cruris dengan sisi depan kaset menghadap os.pedis yang akan difoto.
o FFD : 90 -100 cm
o CR : Horizontal, tegak lurus terhadap kaset
o CP : Pada titik di atas the base of metatarsal III
o Kriteria gambar : tampak gambaran lateromedial pedis dengan posisi weight-bearing, tampak struktur gambaran longitudinal arch os.pedis.

i. Proyeksi AP Axial (Methode Weight-Bearing)

o Posisi Pasien : Pasien diposisikan standing-upright/berdiri tegak/erect.
o Posisi Obyek : Letakkan kaset diatas lantai. Pasien berdiri diatas kaset. Letakkan marker sesuai dengan posisi kaki. Letakkan penggaris pengukur (skala) untuk mempermudah memposisikan kaki agar simetris.
o FFD : 90 – 100 cm
o CR : 10º / 15º kearah tumit
o CP : pada The level of the base of Metatarsal III
o Kriteria gambar : Tampak gambaran AP Axial os pedis kanan dan kiri.




i. Proyeksi AP Axial (Weight Bearing Composite Methode)
Posterior Angulation 15° kearah tumit.
o Posisi pasien : Pasien standing-upright/erect.
o Posisi obyek : Salah satu pedis pasien diletakkan diatas kaset horisontal.
o CR : 15° kearah tumit.
o CP : The Base of Metatarsal III
o Kriteria gambar : Tampak gambaran pedis AP Axial.
Anterior Angulation 25° kearah phalanx.
o Posisi pasien : Pasien standing-upright /erect.
o Posisi obyek : Salah satu pedis pasien diletakkan diatas kaset horisontal.
o CR : 25° kearah phalanx.
o CP : Permukaan posterior ankle.
o Kriteria gambar: Tampak gambaran pedis AP Axial pada bagian posterior.










Rabu, 27 September 2017

Teknik Radiografi

Teknik Radiografi

Teknik Radiografi berasal dari kata Technique dan Radiographic dimana technique adalah teknik atau cara, sedangkan radiographic terbagi menjadi dua yaitu radio berati gelombang dalam hal ini adalah source gelombang sinar x (sinar x termasuk dari gelombang radiasi elektromagnetik), Kemudian Graphein yang berarti tulisan atau gambaran. Jadi bisa disimpulkan pengertian teknik radiografi adalah prosedur atau cara untuk mendapatkan gambaran pemotretan radiografi (radiograf / film roentgen) dengan menggunakan sinar x sehingga menghasilkan radiograf/film roentgen yang berkualitas sehingga dapat digunakkan untuk membantu/menunjang diagnosa.

Istilah “mengambil foto/memotret” kecuali di kenal dalam Fotografi, juga dikenal dalam Radiografi. Tetapi untuk membedakan dua hal tersebut maka perlu dilihat dari tiga hal sebagai berikut :
a. Dalam penggunaan sinarnya, Fotografi menggunakan cahaya biasa sedang dalam Radiografi yang      di gunakan adalah sinar - x ( sinar Roentgen ).
b. Dalam prinsip pemotretannya, Fotografi menggunakan lensa untuk menangkap cahaya yang di            pantulkan oleh obyek, untuk kemudian diteruskan ke film. Sedangkan dalam Radiografi, sinar - x        menembus obyek dan ditangkap oleh film.
c. Dalam peralatannya, radiografi membutuhkan jenis peralatan yamg lebih besar dan lebih rumit l          lagi. 

Teknik radiografi dalam pencapaiannya untuk mendapatkan kualitas hasil radiograf agar mampu diinterprestasikan maka harus dibuat dengan prosedur tpemeriksaan yang tepat, sehingga terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan radiografi seperti pemeriksaan Kepala, kontras, atau non kontras.
Sebelum melakukan pemeriksaan pasien maka ada hal-hal yang hal yang harus juga terhadap pasien yaitun :

1. Persiapan pasien :

    Persiapan pasien : Sama seperti jika kita ingin melakukan sebuah pemotretan biasa seorang model akan dipersiapkan baik baju atau asessorisnya. Sebaliknya untuk persiapan pasien pasien harus melepas benda-benda yang mengganggu misalnya mengganti baju pasien dan juga persiapan pasien yang akan dilakiukan pemeriksaan apakah harus puasa atau tidak.

2. Pengaturan Pasien : 


Dalam melakukan pemotretan, maka pasien perlu diatur sedemikianian rupa baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian, sehingga memudahkan pelaksanaan pemotretan pada bagian yang di perlukan. Untuk itu pengaturan pasien digolongkan dalam dua hal, yaitu :

Teknik Radiografi Mastoid Dan Petrosum

Teknik Radiografi Mastoid Dan Petrosum

Kondisi patologis atau indikasi dilakukan pemeriksaan radiografi prosessus mastoid

Mastoiditis supuratif akut
Lapisan membran lendir proses mastoid merupakan kelanjutan dari rongga telinga tengah. Dengan demikian, pada otitis media akut, infeksi menyebar ke sel-sel udara mastoid, baik melalui penyebaran tulang langsung atau melalui vena uterus, yang menyebabkan periosteitis supuratif. Mastoiditis akut dalam kasus tersebut adalah suatu bentuk mastoiditis bedah akut. Bila tidak diobati, peradangan bisa mencapai otak yang bisa berakibat fatal, terutama pada anak-anak. Mastoiditis melewati 5 tahap patologis dan kondisinya dapat dihentikan pada titik mana pun. Sikas Dingin Antara sini Antara sini:

Tahap 1: Hiperemia lapisan selaput lendir pada sistem seluler mastoid:
Tahap 2: Transudasi cairan atau eksudasi nanah dengan sel udara mastoid.
Tahap 3: Hilangnya vaskularisasi septa tulang yang menyebabkan nekrosis tulang.
Tahap 4: Kehilangan septa tulang mengarah pada koalesensi dan pembentukan rongga abses.
Tahap 5: Sebarkan peradangan ke daerah bersebelahan.

Radiografi Processus Mastoideous



 

Teknik radiografi ini ada beberapa teknik/metode

 


Teknik Radiografi Oesophagus Maag Duodenum

Teknik Radiografi Oesophagus Maag Duodenum


1.Definisi
Adalah pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras ( positif dan negative ) untuk menampakkan kelainan pada lambung.
  • Biasanya merupakan pemeriksaan satu paket dengan Oesophagus dan Duodenum (OMD=Oesophagus Maag Duodenum)
2. Anatomi Stomach ( Maag = Gaster = Lambung )
  • Stomach, terletak diantara esophagus dan usus halus. Merupakan bagian yang mengalami pelebaran / dilatasi pada alimentary canal. 
  • Stomach terdiri dari 4 bagian besar yaitu : cariac, fundus, body atau corpus dan pylorus.
  • Body habitus
    • Tipe dari body habitus memberikan efek yang sangat besar terhadap lokasi organ pencernaan pada rongga abdomen.
    • Untuk keakuratan dan konsistensi posisi dari organ pencernaan perlu diketahui karakteristik dan klasifikasi dari body habitus.
    • Terdapat 4 kelompok dari body habitus yaitu : hypersthenic, sthenic, hyposthenic dan asthenic
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi Pemeriksaan
  • Gastritis : radang gaster ( baik akut maupun kronik )
  • Divertikula : penonjolan keluar darimaag yang membentuk kantung ( banyak terjadi pada fundus )
  • Hematemesis : perdarahan)
  • Neoplasma ( tumor atau kanker ) 
  • Hernia hiatal : hingga sebagian lambung tertarik keatas diafragma karena esophagus yang pendek.
  • Stenosis pylorus:penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus
  • Bezoat / Undigested material (biasanya berupa rambut, serat sayuran atau bahan kayu )
  • Ulcers : erosi dari mukosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet, rokok, bakteri )
  • Ulcer/ulkus/tukak : luka terbuka pada permukaan selaput lendir lambung
  • Perforasi regurgitasi
Kontraindikasi
  • Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro )
  • Obstruksi usus besar
4. Persiapan Pemeriksaan
  1. Persiapan Pasien
    • Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan ( kooperatif )
    • 2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi
    • Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan
    • Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
    • Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat laxative.
    • Tidak boleh merokok ( nicotine merangsang sekresi saliva ) 
    • Pasien diminta mengisi informed concent.
  2. Persiapan Alat dan Bahan
    • Pesawat X-Ray + Fluoroscopy
    • Baju Pasien
    • Gonad Shield
    • Sarung tangan Pb
    • Kaset + film ukuran 30 x 40 cm, 30x40 cm.
    • Bengkok
    • Grid
    • X-Ray marker
    • Tissue / Kertas pembersih
    • Bahan kontras barium sulfat
    • Barium encer dengan air hangat ( BaSO4 : air = 1 :4 )
    • Kontras negative ( tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite,dll)
    • Obat emergency : dexametason, delladryl,dll)
    • Air Masak Sendok / Straw ( pipet ) dan gelas
5. Prosedur Pemeriksaan
  1. Single Kontras
    • Penjelasan pada pasien tentang prosedur Foto Polos Abdomen
    • Dilakukan persiapan pemeriksaan
    • Dibuat foto polos abdomen / dilakukan fluoroskopi hepar, dada dan abdomen.
    • Pasien diberi media kontras 1 gelas
    • Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan
    • Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media contrast, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau dibuat foto yang diperlukan
    • Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat pengisian penuh dari duodenum.
    • Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat
  2. Double Kontras
    • Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat dsb untuk menghasilkan efek gas ( teknik lama, sisi sedotan dilubangi sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke lambung.
    • Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling – guling 4 – 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi.
    • Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi lambung ( lambung tidak relax )
    • Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontras.
    • Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah – daerah yang diinginkan.
6. Proyeksi Pemotretan
  1. PA erect ( film 30 x 40 ) untuk melihat type dan posisi lambung
  2. Lateral erect untuk melihat space retrogastric kiri
  3. PA recumbent untuk melihat gastroduodenal surface
  4. PA Obliq ( RAO ) untuk melihat pyloric canal dan duodenal bulb
  5. Right Lateral Decubitus utk melihat duodenal loop, duodenojujunal junction dan retrogastric space
  6. AP Recumbent utk melihat bagian fundus terutama pada teknik double kontras, rotasi lateral untuk melihat lesi pada dinding anterior dan posterior, retrogastric portion dari jejunum dan illium 
  7. Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 250 – 300 untuk melihat hernia hiatal dan 10 – 15 derajat dan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.
  • Proyeksi PA (film 30 x40)
    • Fungsi : untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis, pada badab dab pylorus lambung
    • Posisi Pasien : berdiri, prone menghadap kaset
    • Posisi Objek : MSP pada pertengahan meja / kaset. Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi abdomen.
    • CR : Tegak Lurus
    • CP : Pada pylorus dan bulbus duodeni.
      • Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae
      • Astenic : 2 inchi dibawah L2
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum
    • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    • Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum
      • Body dan pylorus tercover
      • Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum.
      • Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada
  • Proyeksi Lateral Erect (Lateral kanan)
    • Fungsi : memperlihatkan proses pada daerah retrogastric seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas belakang lambung.
    • Posisi Pasien : pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien
    • Posisi Objek : bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas atas xyphoid, batas bawah crista iliaka
    • Central Ray : Tegak Lurus
    • Central Point : bulbus duodenum pada L1
      • Stenik : 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane
      • Astenic : 2 inchi dibawah L1
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
    •  FFD : 100 cm
    • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    • Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic
      • Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1
      • Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada.
  • Proyeksi LPO (left posterior oblique)
    • Fungsi : bila digunakan double kontras akan dapat memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk GASTRITIS dan ULKUS
    • Posisi Pasien : pasien recumbent, punggung menempel kaset.
    • Posisi Objek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri menempel meja, tungkai difleksikan untuk menopang, Batas atas :proc.xyphoideus, Batas bawah : SIAS
    • CR : Tegak Lurus
    • CP : pertengahan crista iliaca
      • Stenik : L1
      • Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line
      • Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
      • FFD : 100 cm
      • Expose : ekspirasi dan tahan nafas.
    •  Kriteria Radiograf :
      • Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus
      • Fundud tampak tertempeli BaSO4
      • Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara
      • Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum
  • Proyeksi PA Oblique (RAO)
    • Posisi Pasien : recumbent, prone
    • Posisi Objek : Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 40 – 70 derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan, knee joint flexi.
    • Central Ray : vertical tegak lurus
    • Central Point : daerah bulbus duodeni
      • Stenik : 1-2 inch dari L2
      • Asthenic : 2-5 inchi di bawah L2
      • Hiperstenic : 2-5 inchi di atas L2
    • FFD : 100 cm
    • Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
    • Kriteri radiograf :
      • Struktur ditampakkan : daerah lambung dan lengkung duodenum membentuk huruf C
      • Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
      • Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan 
      • Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
  • Proyeksi AP
    • Posisi Pasien : Supine
    • Posisi Objek : MSP pada mid line meja, pastikan tubuh tidak ada rotasi
    • CR : tegak lurus dengan kaset
    • CP : pada L1 ( diantara xypoid dan batas bawah costae )
      • Stenik : L1
      • Asthenic : 2 inchi di bawah L1
      • Hiperstenic : 1 inchi di atas L1
    • FFD : 100 cm
    • Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
    • Kriteria radiograf :
      • Struktur ditampakkan : lambung dan duodenum, diafragma dan paru-paru bagian bawah
      • Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
      • Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
      • Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
    •  Catatan :
      • Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 25 – 30 derajat untuk melihat hernia hiatal.
      • 10 – 15 derajat dengan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja ) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.

Teknik Pembuatan Radiograf Maag Duodenum
  1. Dengan Fluoroskopi
    • Pasien disuruh berguling diikuti dengan fluoroskopi dilihat hingga BaSO4 melumuri seluruh permukaan lambung
    • Buat spot foto lambung posisi RAO, lateral kanan, PA, dan LPO
    • Spot foto dibuat sesuai dengan kelainan / posisi yang diperlukan
    • Setelah kontras mengisi lambung dan duodenum dibuat foto UP RIGHT AP/PA
  2. Tanpa Fluoroskopi
    • Tunggu kira – kira 5 menit, setelah kontras masuk
    • Buat Radiograf RAO
    • Lihat hasilnya, bila kontras sudah memenuhi lambung, dibuat proyeksi lateral kanan, PA 
    • LPO untuk melihat duodenum 
    • Bila mungkin dibuat UP RIGHT AP atau PA
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

  1. Puasa 4 -8 jam
  2. Tidak merokok dan mengunyah permen selama periode NPO karena aktifitas tsb akan meningkatkan cairan lambung dan ludah yang menghalangi perlekatan barium pada mukosa.
  3. Volume media kontras
  4. Kv tinggi ( 100 – 125 )untuk menapbah penetrasi kontras barium yang tinggi 
  5. Seconnd (S) yang singkat untuk mengurangi peristaltic movement Bouble kontras mengurangi hingga menjadi 80 – 90 kv

Teknik Radiografi Pedis

1. Anatomi Os. Pedis    Terdiri atas 26 tulang, yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,o...